Kisah ini berawal dari nafsuku yang boleh dibilang ugal-ugalan.Bagaimana tidak, disaat usiaku yang mencapai 29 tahun, sekarang iniinginnya /ML/ (bersetubuh) terus tiap hari dengan istriku (inginnya 3
kali sehari). Dan para netters duga, pasti seorang istri tidak hanya
menginginkan kepuasan seksual setiap waktu, akan tetapi juga kerja
mengurus rumah lah, mengurus anak lah dan lain-lain banyaknya. Sehingga
nyaris istriku juga sering keberatan kalau tiap malam bersetubuh terus,
dan aku juga kasihan padanya. Setiap kali bercinta, istriku bisa 3
kadang 4 kali orgasme dan aku sendiri kadang tidak ejakulasi sama sekali
karena istriku keburu lelah duluan. Paling setelah istriku tertidur
pulas kelelahan, aku langsung pindah ke meja kerjaku dan menyalakan PC,
lalu memutar /Blue Film/ dan aku lanjutkan dengan /self service/.
Setelah puas, aku baru menyusul istriku yang tertidur, dan jika tengah
malam aku terjaga dan kudapati “pusakaku” berdiri, aku ulangi lagi
hingga aku benar-benar lelah dan tertidur.
Aku sendiri sangat bergairah apabila melihat tante-tante yang umumnya
mereka lebih dewasa, lebih pintar dan telaten dalam urusan ranjang.
Bahkan aku dalam melakukan onani sering membayangkan dengan tante-tante
tetanggaku yang umumnya genit-genit. Begitu hingga suatu saat, aku
mendapat pengalaman bercinta yang amat berkesan dalam sejarah kehidupan
seksualku.Ceritanya berawal pada saat temanku mengajak karaoke di
kawasan wisata prigen dan sebelumnya aku belum pernah masuk ke kawasan
semacam itu. Kami bertiga pesan ruang utama yang mempunyai pintu sendiri
dan ruangan itu terpisah dengan yang lainnya selama tiga jam penuh.
“Eh, Eko emangnya Elo udah booking cewek untuk nemenin Kita..?” tanyaku
pada Eko, salah seorang dari kawanku.
“Sabaarr Boss, entar Adi juga bawain tuh cewek..” tukasnya.
Sepuluh menit kemudian, saat aku akan menyulut Djarum 76-ku, merapatlah
sebuah Kijang dan Civic Wonder berjejeran ke hadapanku dan Eko. Kalau
Kijang itu aku kenal, itu adalah Kijang-nya si Adi dan keluar dua orang
ABG yang berdandan Ahooyy. Berdesir darah lelakiku melihat dua orang ABG
itu. Bagaimana tidak, pakainnya super ketat dan sangat menonjolkan
bukit-bukit indah di dada dan pantatnya. Akan tetapi, aku tidak kenal
dengan Civic itu. Aku melihat di dalamnya ada seorang cewek ABG dan
seorang lagi wanita sekitar 35 tahun (menurut taksiranku dari raut
wajahnya).
Eko yang rupanya kenal baik dengan kedua wanita itu langsung menyambut
dan membukakan pintu, lantas memperkenalkannya kepadaku.
“Lisa..” seru tante itu disambut uluran tangannya padaku.
“Inneke..” sahut gadis manis disampingnya.
Singkat cerita, kami sudah mulai bernyanyi, berjoget dan minum-minum
bersama, entah sudah berapa keping VCD Blue Dangdut yang kami putar. Aku
melihat Eko dan Adi mulai mendekati sudut ruangan, dan entah sudah
berapa lama ceweknya orgasme karena oral yang mereka lakukan. Sementara
aku sendiri agak kaku dengan Lisa dan Inneke. Kami pun tetap
bernyanyi-nyanyi, meskipun syairnya awur-awuran karena desakan birahi
akibat pertunjukan BF di depan kami.
Aku sendiri duduk di dekat Lisa, sementara Inneke serius menyanyikan
lagu-lagu itu. Tante Lisa sendiri sudah habis satu Pak A-mild-nya,
sementara aku melihat wajah Inneke yang merah padam dan kadang nafasnya
terengah pelan karena menahan gejolak yang ia saksikan di layar 29 inch
itu. Tiba giliranku untuk mengambil /mike/ dari Inneke, aku bangkit
mengambil mike itu dari tangan Inneke dan mengambil duduk di antara
Inneke dan Lisa. Pengaruh minumanku dan XTC yang mereka telan membuat
kami jatuh dalam alunan suasana birahi itu.
“Boy.., I want your sperm tonight Honey..” bisik Lisa lirih di
telingaku, sementara tangan kirinya meraba selangkanganku.
Inneke yang sudah meletakkan /pet aqua/-nya mengambil sikap yang sama
padaku. Dia malah mulai memainkan ujung lidahnya di telinga. Hangat
nafas dan harum kedua wanita itu membuatku terbuai dalam alunan melodi
birahi yang sudah aku rasakan menjalar menelusuri selangkanganku.
Perlahan namun pasti, kejantananku menegak dan kencang, sehingga /Lee
Cooper/-ku rasanya tidak muat lagi, apalagi saat meneganggnya salah
jalur dan sedikit melenceng.
“Lho kok.. bengkok punyamu Say..?” tanya Lisa padaku pura-pura seperti
seorang amatiran saja.
Belum sempat aku menjawab, buru-buru Inneke membuka zipper dan CD-ku,
lantas mengeluarkan isinya.
“Gini lho Tan.. mintanya dilurusin, Mas Boy ini..” kata Inneke diikuti
penundukkan kepalanya ke arah selangkanganku.
“Aaakkhh..” pekikku tertahan saat Inneke spontan mulai mengulum kepala
penisku ke dalam mulutnya dikombinaksikan dengan sedotan dan jilatan
melingkar lidah.
Spotan kedua kakiku menegang dan membuka lebih lebar lagi untuk
memudahkan oral Ineke.
“Oookh My Godd.. sshh.. aakk..” desahku.
Seluruh tubuhku bergetar dan terasa disedot seluruh sumsun tulangku
lewat lubang penisku. Permainan Inneke betul-betul professional,
sampai-sampai dentuman musik itu sepertinya tidak kudengar lagi, karena
telingaku juga berdesir kencang. Ujung penisku betul-betul ngilu,
hangat, geli dan perasaan birahi bercampur jadi satu disana. Lisa lantas
membuka kancing kemeja Hawai-ku dan mundaratkan mulut indahnya di puting
susu kiriku, sementara puting kanan dimainkan oleh telunjuk dan jempol
kirinya.
“Aaakk.. mmhh..” desahku tidak menentu.
Aku betul-betul tidak tahan menikmati sensasi ini.
“Gila.., inilah penyelewenganku yang pertama dan dimanja oleh dua orang
wanita sekaligus..” bisikku dalam hati.
Aku semakin tidak tahan saja, lalu kurengkuh leher Lisa dan kudekatkan
bibirku, kujulurkan lidahku menyapu seluruh rongga mulutnya dan sesekali
kuhisap dalam-dalam bibir bawahnya yang sangaat menawan itu. Ini karena
jujur saja, aku lebih bergairah dengan Tante Lisa, meskipun sudah hampir
mencapai kepala 4 itu (dalam perbincangan kami, akhirnya aku tahu juga
umur Lisa, meskipun tidak pasti segitu bahkan bisa lebih).
Badanku lantas kumiringkan dan bersandar pada sofa.
Bukit indah Tante Lisa adalah tujuanku dan benar saja, berapa saat
kemudian, “Oookkhh.. Nimaatthh.. Sayy.. seddootthh.. terruusshh..” desah
Lisa terengah-engah.
Sedotanku kukombinasikan dengan pelintiran jempol dan telunjuk kiriku,
sesekali kuputar-putar putingnya dengan telapak tanganku.
“Ssshh.. terusshh.. Sayy..” Lisa mendesis seperti ular.
Tiba-tiba, “Teett..,” suara bel mengejutkan kami, pertanda sepuluh menit
lagi akan berakhir.
Aku melihat Adi dan Eko tersandar kelelahan, dan kulihat ada sisa sperma
menentes dari ujung penis-nya yang mulai mengkerut.
“Udahan dulu ya Tante.., In..,” pintaku pada mereka.
“Emmhh.. Oke..” jawab mereka dengan nada sedikit keberatan.
Kami pun turun, aku berpisah dengan Adi dan Eko, entah kemana mereka
melanjutkan petualangan birahinya. Dan kami pun sudah masuk ke Civic Lisa.
“Kemana Kita nich..?” tanyaku sok bloon seraya menghidupkan mesin.
“Kita lanjutin di hotel yuk Ke..!” ajak Tanta Lisa kepada Inneke.
“Baik Tan.. Kita ke hotel **** (edited) yang punya /whirpool/ di
kamarnya.” sahut Inneke.
Rupanya Tante Lisa adalah seorang eksekutif, karena itu ia pesan salah
satu President Suit Room yang mana seumur-umur aku baru mesuk ke
dalamnya. Kamarnya luas, kurang lebih 6 x 8 meter, beralaskan permadani
coklat muda kembang-kembang dan dilengkapi /whirpool/ yang menghadap ke
arah kehijauan lembah. Kamar itu juga mempunyai sofa panjang di sebelah
/whirpool/.
Begitu masuk, Tante Lisa lalu mengunci pintu, aku dan Inneke mengambil
tempat duduk di sofa sebelah /whirpool/. Aku melingkarkan lenganku ke
pundak Inneke, alunan musik malam pun semakin menambah romantis suasana.
“Inn..” bisikku mesra kepada Inneke mengawali percumbuanku.
Inneke yang sudah /on/ berat itu langsung menyambut kecupanku, nafasnya
terengah-engah, menandakan bahwa dia sangat menginginkan kehangatan,
kenikmatan dan mengisi kekosongan ruang vaginanya yang terasa
menggelitik dan lembab. Dengan sedikit tergesa, aku melepas CD-nya, lalu
kurebahkan kepalanya di sandaran sisi sofa dan keletakkan pinggulnya
tepat diselangkanganku.
“Sreett..” penisku mulai bereaksi saat pantatnya yang dingin menyentuh
/Lee Cooper/-ku dan kulihat Inneke terpejam, sementara tangannya
membetulkan rambutnya yang tergerai di sofa.
Aku mulai memainkan jari telunjukku di bibir luar vaginanya yang sudah
mulai melelehkan cairan bening dari hulunya. Tidak ketinggalan, bibirku
menghisap dalam-dalam dan sesekali kujepit putingnya dengan kedua
bibirku lalu kutarik-tarik, sesekali kupilin-pilin dengan kedua bibirku.
“Wuuaahh.. sshh.. terusshh.. nikkmatthh..” desah Inneke keras-keras saat
kuperlakukan seperti itu.
Tubuhnya kejang panas dan seluruh aliran darahnya kini memuncak. Sengaja
aku tidak memasukkan telunjukku, karena untuk menstimulasi lebih intens
lagi. Kami bercumbu dan sudah tidak ingat lagi apa yang dilakukan Lisa
di kamar mandi yang begitu lama.
“Bentar Inn.., Aku pispot dulu yach..?” kataku sambil melepaskan cumbuanku.
“Emmhh..” desah Inneke sedikit kesal.
Akan tetapi, aku melihat Inneke melanjutkan birahinya dengan dua jari.
Aku sendiri berlari kecil menuju ke kamar kecil dan sesampai di pintu,
aku kaget karena mendapati Tante Lisa lagi meregang orgasmenya.
“Aaakkhh.. sshh.. sshh..” desah Tante Lisa, matanya mendelik merem melek.
Tampaknya vibrator mutiara itu masih bekerja, sehingga saat aku kencing,
Lisa pun tidak melihatku.
“Boyy..” sebuah panggilan lembut mengagetkan aku saat hendak
meninggalkan kamar mandi itu.
“I.. ii.. yaa.. Tan..?” sahutku agak kaget.
“Sini doongg..! Hangatin vagina Lisa dengan penis Kamu yang.., ookkhh..”
Tante Lisa terpekik saat vibrator itu ia cabut dari liang vaginanya.
Aku hampiri Tante Lisa di Bath tub itu dan aku baringkan tubuhku disana.
“Oh.., nikmat sekali mandi air hangat dikelonin tante seksi ini.”
bisikku dalam hati.
Aku rengkuh lehernya dan kuberikan /french kiss/ yang begitu mesra dan
Tante Lisa pun membalas dengan ganas seluruh rongga mulutku, leher dan
kadang puting susuku di hisapnya. Penisku yang terendam kehangatan air
itu semakin maksimal saja. Selama tiga menit kami bercumbu, Tante Lisa
nampaknya tidak dapat mengendalikan nafsunya.
“Mmmpphh.. ookkhh.. setubuhi aku Boy..! Cepeetthh..!” pinta Tante lisa
sambil menggeliat seperti cacing kepanasan.
“Baik.. Liss.. Terima penisku yang panjaangg..” bisikku sambil
memasukkan seluruh batang penisku pelan sekali.
“Oohh.. mmpphh.. nikmatthh..” gumannya saat batang kejantananku mili per
mili mulai menjejali rongga rahimnya.
“Kocokkhh.. yaacchh.. terusshh.. aakhh.. nimat bangeetthh..!” serunya
ketika aku mulai mengosok-gosok pelan penisku.
Aku keluarkan kira-kira empat senti, lalu kukocok lima atau enam kali
dengan cepat dan kusodokkan dalam-dalam pada kocokan ke tujuh. Rupanya
usahaku tidak sia-sia untuk menstimulasi /G-spot/-nya.
“Aaakkhh.. oohh.. nimatthhnyaa.. ookkhh Godd..!” teriaknya mengawali
detik-detik orgasmenya.
Sepuluh detik kemudian, “Nngghh.. aakkhh.. sshhff.. ookkhh.. Boyy..
kocokk.. lebih intens lagi Yannk..!” jerit Tante Lisa diiringi geliat
liar tubuh indahnya.
Payudaranya diremas-remasnya sendiri, sementara aku tetap berpegangan
pada sisi /bathtub/ sambil mengocok lembut vaginanya.
“Akkhh..” teriakku pelan saat Tante Lisa menggigit pundakku karena aku
masih saja mengocok penisku di vaginanya.
Rupanya Lisa sudah mulai ngilu.
Aku memeras tegang otot lenganku dan Tante Lisa sepertinya minta /time
out/ untuk mengatur nafas dan menghilangkan kengiluan di liang
sengamanya. Aku meraih lehernya, lalu aku berdiri pada dua lututku dan
Tante Lisa diam mengikuti apa yang akan kulakukan. Aku memondong Lisa
dan tetap menjaga penisku tertanam dalam-dalam di vagina Tante Lisa yang
mengapit kedua tungakainya ke pinggangku. Kami menghampiri Inneke yang
juga lagi meregang orgasmenya dan Inneke tampaknya lebih liar dari pada
Lisa, mungkin karena pengaruh XTC dan suasana yang penuh hawa birahi itu.
“Aaaookkhh.. sshh.. aakkhh.. aakkhh..” jerit Inneke keras sambil
menghujam-hujamkan kedua jari kanannya.
Sementara tangan kirinya meremas dan memilin payudaranya dan sesekali
ditekan serta diputar. Aku terkesima sejenak dengan pemandangan yang
diciptakan Inneke itu dan aku mebayangkan akan lebih histeris lagi pasti
jika yang keluar masuk itu adalah 15 cm penis kebanggaanku.
“Booyy.. ayyook terusinn..!” pinta Tante Lisa diiringi goyangan lembut
pinggulnya.
Ia tampaknya mulai bergairah kembali setelah melihat Inneke yang begitu
histeris dan aku pun demikian ketika penisku hampir mengendor di Vagina
Lisa. Aku maju selangkah dan mendudukkan Tante Lisa dari arah belakang
sofa. Aku sendiri mengambil posisi berdiri untuk memudahkan
eksplorasiku. Di lain pihak, Inneke yang sudah mengakhiri masturbasinya
itu mengetahui kehadirna kami dan mengambil tempat di belakang Tante Lisa.
“Ookkhh.. Terusin Kee..!” pinta Tante Lisa saat Inneke menyibakkan
rambutnya dan mulai mencumbui leher Tante Lisa.
Tidak ketinggalan, kedua telapak tangan Inneke menggoyang, memutar
puting dan kadang-kadang dipilin lembut. Aku sepertinya merasakan apa
yang Tante Lisa rasakan, darahnya mulai hangat, birahinya sudah memanas.
Tubuh lisa bagaikan daging /burger/ di antara aku dan Inneke, pinggulnya
masih aktif menggoyang-goyang, kadang menghentak-hentak lembut.
“Oooaakkhh.. nngghh.. ohh.. nngghh.. Kocok terushh.. yaa.. iyaa..
teruss..!” desah Tante Lisa keras saat aku tepat menstimulasi /G-Spot/-nya.
Nafasnya tersengal-sengal disela-sela lenguhan-lenguhan panjangnya,
tubuh Tante Lisa menggeliat-geliat liar.
Inneke masih aktif membantu Tante Lisa menggapai surgawinya,
kecupan-kecupan di belakang tubuh, leher, pinggang dan tiba-tiba Tante
Lisa melenguh panjang diiringi percepatan hentakan pinggulnya. Aku
semakin penasaran saja apakah yang dilakukan Inneke hingga Tante Lisa
tampak lebih histeris lagi dari yang tadi. Kuraba raba punggung Lisa
sambil kukulum mesra bibirnya, tanganku mulai turun ke arah pantatnya,
kutekan kedua sisi bokongnya yang padat itu dan kuulir-ulir. Berawal
dari situlah aku tahu rupanya telunjuk dan bibir Inneke memainkan peran
di lubang anus Tante Lisa, telunjuknya yang berlumur vaselin itu keluar
masuk lembut di vagina Tante Lisa.
“Oookkhhghh.. Goddhh.. Ke.. truuss.. Yanng.. ookkhh, kontholl.. akkhh..
sshh..” ceracau Tante Lisa tidak beraturan, menjemput ambang orgasmenya.
Kedua lubang Tante Lisa terasa pejal dan hangat. Aku malah semakin
terangsang oleh imajinasiku sendiri, aku lantas memeluk erat-erat Tante
Lisa saat ia mulai mengencangkan lingkaran tangannya di tubuhku. Darahku
juga mulai bergerak cepat menuju ke ujung syaraf di kepalaku, kupingku
tidak lagi menghiraukan lenguhan dan desahan-desahan Tante Lisa.
“Oookkhh.. Lisshh.. nikmathh.. vaginamu.. Akkhh..!” desahku saat
birahiku kurasakan menjalar di seluruh tubuhku.
“Booyy.. Akuu.. mmhh.. mauu..” seru Tante Lisa menyambut orgasmenya.
Tubuhnya menegang, wajahnya merah merona, menambah cantiknya Tante
kesepian ini, sementara bibirnya terkatup rapat.
“Sssebentar.. Liss.. Kita keluar bareng..” bisikku yang kuiringi tempo
kocokanku secara maksimal, yaitu kukeluarkan hampir sepanjang batangnya
dan kubenamkan dalam-dalam di rahimnya.
Rupanya darahku tidak bertahan lama di syaraf-syarafku, hingga berdesir
kencang meluncur melalui seluruh nadiku dan bermuara pada sebuah daging
pejal di selangkanganku.
“Liss.. Aku nyammppaaii.. uuaakkhh.. aakkhh.., aakhh..,” desahku sambi
memutar-mutar penisku yang tertanam maksimal di vagina Tante Lisa,
sehingga rambut-rambutku yang disana juga menggelitik klitoris Tante Lisa.
“Sseerr.. serr..” kurasakan cairan Tante Lisa mendahului orgasmeku, dan
seditik kemudian, aku dan Lisa meregang nikmat.
Kami menjerit-jerit sensasional dan tidak khawatir orang lain
mendengarnya. Tante Lisa histeris seperti orang kesetanan ketika
telunjuk Inneke juga mempercepat kocokan di anusnya.
“Aaakkhhggh..” desah kami bersamaan mengakhiri nikmat yang tiada tara
tadi dan juga baru kurasakan seumur hidupku.
Maniku meleleh di sela-sela pejalnya bnatang kejantananku yang masih
manancap dalam di rahim Tante Lisa. Inneke tampaknya puas dengan hasil
kerjanya, lalu ia memeluk Tante Lisa erat dan berbisik, “Enak khan Tann..?”
Tante Lisa sendiri sudah lemas dan terkulai di atara aku dan Inneke, aku
mengecup mesra Tante Lisa dan beralih kepada Inneke untuk memberikan
stimulan birahi dalam dirinya yang juga mulai mendidih.
Kedua wanita itu memang hebat, yang tua histeris dan mampu menguasai
diri dan yang muda histeris juga dan menuruti jiwa mudanya yang
bergejolak. Tante Lisa tampaknya tidak dapat menahan rasa di tubuhnya,
sehingga lunglai lemas tidak bertenaga. Inneke lantas membimbingnya
melepas gigitan vaginanya dari penisku yang mulai mengendor ke arah
ujung sofa untuk beristirahat. Kulihat wajah Tante Lisa amat puas
bercampur dengan letih, akan tetapi semua beban birahinya yang tertahan
selama dua minggu meledak lah sudah.
“Oookkhh.. sshh..” desis Tante Lisa saat penisku kutarik pelan dari
gigitan vaginanya.
Aku melangkahi sofa dan duduk di sandarannya, lalu kubuka kedua pahaku.
Tampaklah oleh Inneke sebuah /meriam/ yang berlumur sperma masih
setengah tegak.
“Oookkhh.. gellii.. sshh.. teruss.. Kee..!” pintaku pada Inneke saat ia
mulai mengulum penisku dan hampir semuanya terkulum di mulutnya yang
sedikit lebar namun seksi.
“Oaakhh.. aakkhh.. sshhsshshh..” desisku saat aku mulai merasakan lagi
denyutan penisku di mulutnya.
Inneke masih menghisap habis seluruh sperma yang tersisa dan kocokkannya
semakin cepat, hingga kedua kakiku bergetar menahan ngilu bercampur nikmat.
“Oookkhh.. teruss.. hisapphh Sayy..!” pintaku sambil mendorong kepala
Inneke untuk melakukan lebih dalam lagi.
“Ooouakghh.. Plop..” tiba-tiba mulut Inneke melepas kulumannya dan
langsung berdiri menjilat leher dan kedua telingaku bergantian.
“Aku ingin di /whirpool/ Sayy..!” bisik Inneke.
/Whirpool/ itu sendiri sudah dilengkapi semacam sofa untuk berbaring,
sehingga jika berbaring di situ, maka mulai dada sampai kaki akan
terendam air hangat bercampur semburan air di sisi-sisi kolamnya. Aku
merebahkan Inneke disana dan memulai percumbuan kami, tubuh kami terasa
hangat dan seperti di pijat-pijat, sehingga penisku yang sempat layu
mulai menegang kembali. Inneke tampak menikmati sensasi ini dan aku tahu
bahwa Inneke akan menginginkan /melodi/ yang berbeda dengan Lisa.
“Mass.. sshh.. ookkhh.. masukin Aku.. ookkhh.. mmpphh..” pinta Inneke
sambil membuka pahanya lebar-lebar.
Sejenak aku memainkan kehangatan air, kuayun-ayun tanganku di dalam air
ke arah vagina Inneke yang membuatnya segera menarik tubuhku untuk
menaikinya. Kami memang sudah diselimuti nafsu sehingga rasanya
pemanasan Inneke melihat orgasme dari Tante Lisa sudah lebih dari cukup.
Tubuh kami hangat oleh air dan kehangatan dari pasangan kami serta
semburan-semburan air dari sela-sela kolam membuat kami semakin terbuai
jauh ke awang-awang.
“Bless..” 10 cm dari penisku mulai menjejali vagina Ineke diiringi
desahan, “Aaakkhh.. mmpph..” guman Inneke yang membuat Tante Lisa
tersadar dan menyusul kami di kolam.
Kuhentakkan pelan, sehingga seluruh penisku mendesak dinding-dinding
vaginanya yang terasa lebih perat dan berdenyut. Lisa mengambil posisi
memangku kepala Inneke di paha kanannya dan membelai lembut kening Inneke.
“Aaawww.. ookkhh.. gelli.. Massh..” teriak Inneke saat aku memainkan
otot lelakiku di leher rahimnya.
“Mass.. dikocok pelaann.. yacch..!” pintanya sambil membelai rambutku,
membuatku jadi teringat saat-saat romantis dengan pacar-pacarku dulu.
Aku mengangguk dan kuikuti apa yang Inneke mau, lalu kukocok perlahan
dengan cara sepuluh senti aku kocok lima atau enam kali dan kubenamkan
dalam-dalam, lalu kuputar pada kocokan ke-7. Cara ini efektif untuk
menstimulasi /G-Spot/ seorang wanita. Kurang lebih lima menit kemudian,
Inneke mengangkat kepalanya dan mendaratkan ciuman bertubi-tubi di mulut
dan leherku bergantian. Tubuhnya sedikit menegang dan lebih hangat
kurasa, lalu aku memberi isyarat Tante Lisa untuk menyingkir ke arah
bagian belakang kami.
“Oookhh.. Masshh.. aakuu.. hammppirr..!” bisik Inneke saat aku mulai
menaikkan ritme kocokanku.
“Tahan Ke..!” pintaku, lalu aku memberi isyarat kepada Tante Lisa lagi.
“Akkhhgghh.. sshh.. mmpphh..” desahku dan Inneke bersamaan saat telunjuk
Tante Lisa mulai memasuki lubang pantatku dan anusnya Inneke.
Rasanya hangat mengelitik, apalagi jika di kocokkan di kedalaman anusku
dan aku bisa membayangkan sensasi yang dialami Inneke. Pasti akan terasa
pejal dan nikmat serta sensasional pada kedua lubangnya.
“Oookkhh.. Taan.. aakk.. kuu tak kuu..atthh..” teriak Inneke mulai
mengawali detik-detik orgasmenya.
Para netters yang budiman, sudah bisa diduga, kami pun terbuai dengan
alunan sensai jari Tante Lisa dan hisapan vagina Inneke bersamaan.
Demikian pula Inneke. Panasnya penisku dan gelitik telunjuk Tante Lisa
membuatnya lupa daratan.
“Aaagghh.. ookkhh.. ookkhh.. aakkhhg.. mm.. sshshh.. awww.. sshh..”
ceracauku dan Inneke tidak beraturan.
Dan kurang lebih sepuluh detik kemudian, aku dan Inneke meregang birahi
yang dikenal dengan nama orgasmus secara bersamaan. Aku memancarkan
spermaku. Terasa lebih banyak dari pada dengan Tante Lisa dan aku juga
merasakan aliran mani Inneke dari rahimnya. Aku menghempaskan tubuhku ke
samping Inneke dan Tante Lisa mengambil tempat di sisi lainnya. Hangat
tubuh mereka dan kami becumbu seolah tiada hari esok. Kami lanjutkan
tidur mesra diapit dua tubuh sintal nan hangat berselimutkan sutra
lembut. Dan saat salah satu dari kami terjaga, kami mengulanginya lagi
hingga spermaku betul-betul terasa kering.
Minggu siang, kami baru terbangun, lantas kami mandi bersama dan
kemudian sarapan pagi. Kami meluncur ke Surabaya dan janji akan kencan
lagi entah dengan Tante Lisa ataupun Inneke atau kadang mereka minta
barengan lagi. Aku akhirnya terlibat kisah asmara yang penuh birahi,
namun aku puas karena dapat melampiaskan nafsuku yang meletup-letup itu.
Beberapa kali aku ditawari dan berkencan dengan teman Tante Lisa dan
kadang ada yang aku tolak, karena prinsipku bukan jual cinta seperti
gigolo, akan tetapi sebuah prinsip petualangan.